Terpencil dan terletak di dasar
lembah dari dua tebing tinggi di pegunungan menoreh Kulonprogo tidak menjadi
halangan para piknikers untuk menikmati air terjun dua warnanya Jogja.
Kedung Pedut, nama salah satu air terjun cantik di Kulonprogo, tepatnya di dusun Kembang, Desa Jatimulyo, Kecamatan Girimulyo. Saya bilang “cantik” karena air terjun ini mempunyai dua warna, warna putih jernih dan hijau tosca. Sempat tidak percaya melihat hasil jepretan teman di air terjun tersebut, dua warna mungkin pengaruh editan, ternyata hal tersebut salah. Dua warna pada air terjun ini memang alami begitu adanya.
Cahaya matahari pagi itu menemani perjalanan saya menuju ke Jogja
bagian barat, meninggalkan riuh dan padatnya kota. Melewati jembatan
Sungai Progo, pemandangan pun silih berganti dari pemukiman penduduk,
sawah terasering hingga perbukitan. Tanjakan demi tanjakan pun kami
lewati dengan sedikit rasa was-was ketika jalanan semakin menyempit
dengan jurang di sisi kiri atau kanan. Hingga akhirnya kami sampai di
gerbang masuk wisata Kedung Pedut yang menjadi tujuan kami kali ini.
Sampai di gerbang masuknya bukan berarti saya bisa
langsung menikmati keindahan Kedung Pedut, karena kami masih harus
berjalan sekitar 400 meter. Jalanan setapak dari tanah yang sudah
dipadatkan ini ternyata cukup membuat ngos-ngosan karena medannya
naik turun. Jika berkunjung ke sini, saya sarankan untuk memakai
sandal gunung atau sepatu karena jalanan cukup licin jika musim
penghujan. Bertemu dengan jalan yang bercabang membuat kami harus
memilih, berbelok ke kanan atau kiri. Kami pun memilih belok kiri yang
ternyata merupakan jalur melingkar. Sedangkan jika berbelok ke kanan,
bisa langsung mencapai Kedung Pedut. Meskipun jalan yang kami pilih
lebih jauh, namun pemandangan yang disuguhkan ketika kami melewati jalur
ini tak membuat kami menyesal. Seperti pemandangan di sebuah gardu
pandang yang kami lewati. Sambil mengatur nafas, kami dibuat terpesona
dengan keindahan panorama di bawah bukit. Melihat air berwarna turquois yang mengisi aliran sungai dan kolam-kolam alami di bawah sana membuat rasa lelah kami menguap seketika.
Suara anak-anak muda yang asyik berenang membuat kami tak sabar untuk bergabung. Kami pun bergegas melanjutkan trekking
yang kini tak hanya jalan setapak naik turun, namun juga melewati
jembatan-jembatan bambu, sebuah sumber mata air bernama Penglarisan dan
beberapa kedung lain. Walaupun dikenal sebagai Kedung Pedut, wisata alam
yang masih satu aliran dengan Air Terjun Mudal dan Air Terjun Kembang
Soka ini memang terdiri dari beberapa kedung lain dengan kedalaman
beragam mulai satu hingga empat meter. Sebut saja Kedung Merak, Kedung
Merang, Kedung Lanang, Kedung Wedok dan Kedung Anyes. Kedung Wedok yang
selama ini juga dikenal dengan nama Kedung Pedut merupakan kolam alami
yang paling luas di kompleks wisata alam ini, sekaligus memiliki air
terjun tertinggi sekitar 15 meter yang biasanya digunakan untuk water canyon. Kedung ini pula yang sering digunakan untuk mandi atau berenang selain Kedung Anyes.
Lembah dengan aliran sungai dan kedung-kedung berwarna turquois
yang terlihat dari gardu pandang dan sepanjang jalur melingkar itu kini
berada di hadapan kami. Airnya tampak lebih jernih jika dilihat dari
dekat seperti saat ini, bahkan dasar kedung berupa batuan kecil-kecil
yang sebagian tertutup endapan kapur pun terlihat dari permukaan. Rasa
dingin menyegarkan seketika merambati kaki ketika saya duduk di kursi
bambu di pinggir kedung dan menjeburkan kaki kedalamnya. Dari tempat
saya duduk, memandang ke sekeliling kedung yang di kelilingi bukit-bukit
ini mengingatkan saya pada telaga tempat mandi para bidadari dalam
kisah legenda Jaka Tarub. Letaknya yang tersembunyi di antara
bukit-bukit membuat kedung-kedung ini terkadang tertutup kabut, terutama
Kedung Wedok, sehingga masyarakat sekitar menjulukinya Kedung Pedut,
dalam bahasa Jawa pedut berarti kabut.
Tak sekedar kolam-kolam alami untuk berenang, wisata alam yang dibuka sejak 15 Februari 2015 ini lebih mirip water park versi tradisional. Beberapa wahana yang terbuat dari bambu tampak bertebaran di sekitar kedung menggantikan seluncur dan water byur,
mulai dari kursi-kursi bambu yang salah satunya saya duduki, jembatan
bambu, gardu pandang dari bambu bahkan pancuran bambu. Bermain air dan
berenang di kedung yang airnya berasal dari tujuh sumber mata air ini
memang seru dan menyenangkan. Seandainya terdapat ikan yang menemani
kita berenang di kedung-kedung ini, mungkin akan lebih mengasyikkan.
No comments:
Post a Comment