Legenda Candi Prambanan: Misteri Roro Jonggrang dan Kutukan Bandung
Bondowoso -Bolehlah kalau kita menyebut Jawa sebagai “Pulau Candi”.
Kenapa begitu? Ya bayangkan saja, banyak sekali candi tersebar di pulau
yang satu ini, dari candi kecil, sampai candi yang paling besar,
peninggalan dua agama di Indonesia, Buddha dan Hindu. Kalau kita
mengenal Borobudur sebagai sebuah peninggalan Buddha yang besar, bahkan
terbesar di dunia, maka salah satu peninggalan Hindu yang paling penting
adalah Candi Prambanan.
Candi Prambanan
Candi Prambanan
dibangun oleh Dinasti Sanjaya di abad ke-9, tepatnya selesai dibangun
pada tahun 825 M. Candi yang mempunyai tinggi 47 meter ini terletak
kurang lebih 17 kilometer dari Yogyakarta. Kita bisa dengan mudah
melihatnya, karena letak candi ini hanya 100 meter dari jalan utama.
Candi Prambanan terdiri atas 3 kompleks bangunan. Candi utama memiliki 3
tempat pemujaan (altar) yang didedikasikan untuk Dewa Trimurti. Candi
Syiwa terletak di tengah, Wisnu di sebelah selatan, dan Candi Brahma di
sebelah utara disebut Candi Syiwa, karena di dalam bilik candi
utamanya terdapat patung Dewa Syiwa (Dewa Perusak). Demikian pula pada
Candi Brahma dan Wisnu, dimana di masing-masing candi terdapat patung
Dewa Brahma (Dewa Penjaga) dan Dewa Wisnu (Dewa Pencipta). Ketiganya
menghadap ke arah timur.
Di depan setiap candi berdiri
candi-candi lain yang lebih kecil, yang disebut dengan Candi Wahana,
yang masing-masing menghadap ke arah barat. Dinamakan Candi Wahana
karena di dalam bilik candi-candi ini terdapat patung binatang yang
biasa dipakai sebagai tunggangan/kendaraan atau wahana dari dewa-dewa
tersebut. Lembu Nandi adalah tunggangan Syiwa, burung Garuda tunggangan
Wisnu, dan Angsa adalah tunggangan Brahma.
Seperti Candi
Borobudur yang kaya dengan reliefnya, Candi Prambanan juga memilki
relief yang dipahatkan di pagar langkan. Di Candi Syiwa dan Candi Brahma
terdapat relief cerita Ramayana, sedangkan di Candi Wisnu terdapat
relief cerita Kresnayana.
Apabila kita memasuki candi utama dari
utara, maka kita akan menemukan sebuah patung putri yang sangat cantik,
Roro Jonggrang. Patung ini berhubungan erat dengan kisah atau legenda
yang dipercaya masyarakat, yang melatarbelakangi berdirinya Candi
Prambanan atau Candi Roro Jonggrang
Roro Jonggrang
Menurut
legenda, Roro Jonggrang adalah puteri dari Raja Boko yang berkuasa di
daerah Prambanan. Kecantikan dan keanggunan Roro Jonggrang membuat
seorang pria dari daerah Pengging yang bernama Bandung Bondowoso ingin
memperistrinya. Tapi sebenarnya, Roro Jonggrang tidak mencintai Bandung
Bondowoso. Sebagai strategi menolak pinangan tersebut, Roro Jonggrang
mengeluarkan syarat agar dibuatkan 1000 candi dalam waktu satu malam.
Bandung Bondowoso pun menyanggupinya.
Sebelum melaksanakan
pekerjaannya, dia bersemedi untuk mendapat kekuatan dan bantuan dari
para jin. Menjelang petang, pembangunan seribu candi mulai dilaksanakan,
dan menjelang matahari terbit, pembangunan itu hampir selesai. Melihat
hal ini, Roro Jonggrang pun cemas, dan berusaha mencegah kerja tersebut.
Roro Jonggrang kemudian memanggil semua putri desa untuk membakar
jerami dan memukul lesung (alat penumbuk padi tradisional di Jawa),
supaya terkesan hari menjelang fajar. Jin-jin yang melihat hari telah
menjelang fajar mulai meninggalkan pekerjaannya. Setelah dihitung,
ternyata pekerjaan yang tersisa hanyalah sebuah arca.
Bandung
Bondowoso pun mengetahui kecurangan Roro Jonggrang. Dengan perasaan
marah dan kecewa, ia mendatangi Roro Jonggrang. Tapi Roro Jonggrang
tetap bersikukuh minta digenapi menjadi 1000 candi. Hal ini menimbulkan
kemarahan Bandung Bondowoso. “Kurang satu, tambahnya kamu sendiri”.
Setelah Bandung Bondowoso mengeluarkan kata-kata itu, Roro Jonggrang pun
langsung berubah menjadi arca, untuk melengkapi sebuah arca yang belum
terselesaikan. Dan arca ini bisa kita lihat di bilik sebelah utara candi
utama.
Bandung Bondowoso menyusun batu
dan menegakkan candi, beratus-ratus, sampai lewat tengah malam. Aneh, ia
tak merasa lelah, tapi tiba-tiba ia dengar suara-suara pagi datang dari
jauh.
Ia tak melihat warna fajar, tapi ia tahu ia telah gagal.
Ia tak berhasil menyelesaikan 1.000 bangunan dalam waktu yang
ditentukan.
Legenda Roro Jonggrang—yang menjelaskan asal-usul
himpunan candi yang mempesona di Prambanan itu—memang sebuah cerita
kegagalan.
Syahdan, Bandung Bondowoso yang menang perang
berhasrat memperistrikan Jonggrang, putri mendiang Raja Baka yang telah
dibunuhnya. Gadis itu ketakutan. Kerajaan ayahnya telah jatuh ke tangan
kekuasaan Pengging—dan itu berarti ia bukan lagi orang yang merdeka. Tak
mungkin ia menampik kehendak seorang lelaki yang kini dipertuan.
Tapi ia menemukan jalan lepas. Diajukannya syarat: ia akan mau menerima
pinangan pendekar itu bila 1.000 candi ditegakkan dalam satu malam.
Bandung Bondowoso setuju. Kesanggupan itu memang mengherankan, tapi di
sini agaknya legenda Loro Jonggrang mengandung sebuah teks lain, yang
ingin bercerita bahwa tiap kemenangan selalu mengandung kekalahan. Yang
absolut tak ada di dunia. Di Prambanan dan di luarnya, perang tak akan
cukup, pembunuhan tak pernah memadai, dan ada yang minus dalam tiap
takhta.
Itu sebabnya kita tak tahu apa arti penaklukan: Roro
Jonggrang ternyata bukan bagian dari benda jarahan. Ia merdeka. Ia bisa
menuntut dengan satu syarat yang sulit, bahkan sebenarnya mustahil.
Bahwa Bandung Bondowoso, sang pemenang pembela Pengging, menerima
syarat itu menunjukkan ada ambivalensi dalam hubungan kedua manusia itu.
Lelaki itu berkuasa tapi perempuan itu terlepas dari hubungan
memiliki-dan-dimiliki. Bahkan Bandung membiarkan dirinya masuk ke
angan-angan Jonggrang. Orang bisa mengatakan bahwa yang diniatkan tumbuh
dalam hubungan itu adalah cinta, dan cinta—dengan atau tanpa membaca
kalimat Thomas Kempis pada abad ke-15—tak merasakan beban, tak berpikir
tentang kesulitan. Cinta bahkan ”mencoba apa yang melebihi kekuatan
diri”, dan ”tak minta dimaafkan di hadapan kemustahilan”.
Tapi
bukan sikap angkuhkah yang mendorong Bandung menerima syarat itu?
Katakanlah ini yang terjadi: sang perkasa yang telah berhasil
membinasakan Raja Baka itu merasa malu untuk menyatakan tak sanggup
membangun 1.000 candi dalam satu malam. Tapi keangkuhan dan rasa malu
mengandung pengakuan bahwa ada orang lain—dan orang lain itu hadir dalam
posisi untuk menilai dan menghakimi. Di sini keperkasaan juga menemui
batasnya. Bandung Bondowoso tak dapat menafikan yang lain yang tegak di
luar itu—yang lain yang memandang ke arahnya.
Saya bayangkan ia
Roro Jonggrang. Saya bayangkan pada sebuah senja ia berkata kepada
peminangnya: ”Sebenarnya saya takjub. Tuan tak memperlakukan saya
sebagai jarahan perang. Bagaimana ini mungkin?”
”Ada hal yang mustahil yang membuat kita memilih dan berbuat,” jawab Bandung Bondowoso.
”Untuk apa?”
Bandung Bondowoso tak menjawab. Ia hanya melipat lengannya dan berjalan
kembali ke markas pasukan, melewati deretan panji Pengging yang
ditutupi gelap. Sejak ia menemui Roro Jonggrang—dan melihat wajahnya
yang ketakutan tapi tak merunduk, mendengar ucapannya yang gemetar tapi
fasih—ia tahu ada yang sia-sia dalam tiap kemenangan. Apa yang didapat
para Pandawa setelah membinasakan Kurawa dan menguasai Astina dan
Amarta? Seluruh generasi kedua keluarga Pandu yang seharusnya
melanjutkan dinasti itu tewas di medan perang. Apa yang dicapai Rama
setelah merebut Sita kembali? Ia tak yakin perempuan itu, yang
bertahun-tahun disekap di Istana Alengka, seorang istri yang belum
dinodai.
Kebanggaan diri dan kejayaan—mungkin itulah yang
menggerakkan perang. Perang memang mengubah sejarah. Tapi, setelah itu,
sejarah mengecoh para pendekar, dan lahir penulis tragedi.
”Jika saya mohon Tuan membangun 1.000 candi di sekitar bukit Prambanan itu, akankah Tuan memenuhinya?” tanya Jonggrang.
”Saya akan gentar. Tapi saya akan membangunnya.”
”Dalam satu malam?”
”Ada hal yang mustahil yang menyebabkan kita berbuat.”
Seseorang pernah mengatakan, manusia membuat sejarah karena dilecut
yang mustahil: kemenangan, kejayaan, keadilan, dan hal-hal lain yang
dicita-citakan sebagai alternatif bagi hidup yang tak pernah penuh.
Sebuah wilayah dengan seribu candi yang didirikan dalam satu malam
adalah satu dari deretan angan-angan itu. Bahasa mencoba merumuskannya,
dan itu sebabnya kata-kata tak sepenuhnya transparan. Tak pernah jelas
apa yang sebenarnya ditandai dengan kata ”seribu”. Percakapan
sehari-hari, retorika resmi dan nyanyian populer, (”tinggi gunung 1.000
janji”, kata sebuah lagu tahun 1950-an), menyebut angka itu lebih
sebagai sebuah kiasan yang hendak mengesankan jumlah yang ”tak
terhingga”.
Bandung Bondowoso agaknya tahu akan hal itu: ia harus
siap menjangkau yang tak terhingga. Ketika sore mulai merayap, ia
berangkat meninggalkan markas, sendiri. Konon di bukit itu para roh
halus membantunya mengangkat batu dari Merbabu, menyusun dan memahatnya
dengan relief yang menakjubkan.
Waktu pun berjalan, tapi apa yang
membatasi ”malam” dengan ”pagi”? Fajar yang merekah, cicit burung di
hutan, detakan lesung perempuan tani, atau asap dapur di balik gunuk?
Atau sebuah kesadaran akan batas—yang mengingatkan bahwa yang ”tak
terbatas” selalu luput?
Tapi siapa yang mengatakan kisah Bandung
Bondowoso hanyalah cerita kesia-siaan tak akan memahami bahwa yang
terbatas juga punya daya gugah dan mampu menyentuh hati. Ketika ia tahu
ia gagal menyelesaikan 1.000 candi—dan gagal pula cintanya kepada
Jonggrang—Bandung Bondowoso pergi ke belukar dan memahat sebuah patung.
Ia ingin mengenang perempuan itu.
Patung itu: sebuah ikhtiar menggapai yang indah. Ia bukan keindahan itu sendiri, tapi tetap berharga hingga hari ini.
Roro Jonggrang dan Bandung Bondowoso erat kaitannya dengan candi
Prambanan, dimana candi ini juga memiliki nama lain yakni candi Roro
Jonggang. Alkisah pada jaman dahulu kala terdapatlah dua buah kerajaan
Hindu yang ada di Pulau Jawa dan terletak di dekat daerah yang sekarang
bernama Prambanan.
Kerajaan itu adalah kerajaan Pengging dan
Keraton Boko. Kerajaan Pengging adalah kerajaan yang subur dan makmur
yang dipimpin oleh raja yang arif dan bijaksana bernama Prabu Damar Moyo
dan memiliki seorang putra laki – laki yang bernama Bandung Bondowoso.
Sedangkan kerajaan Pengging yang berada di wilayah kerajaan Pengging
diperintah oleh seseorang raja yang kejam, dan memiliki wujud bukan
manusia tetapi seorang raksasa yang suka makan daging manusia yang
bernama Prabu Boko.
Meski berwujud raksasa, Prabu Boko memiliki
seorang putri yang cantik seperti bidadari yang bernama Putri Roro
Jonggrang beliau memiliki kecantikan bak seorang dewi dari kayangan.
Dalam kerajaannya Prabu Boko memiliki seorang patih yang bernama Patih
Gupolo, beliau adalah seorang yang sakti mandraguna.
Suatu kali
Prabu Boko dan Patih Gupolo merencanakan untuk memberontak kepada
kerajaan Pengging dan dibuatlah rencana itu sematang – matangnya dengan
mengumpulkan perbekalan dari memeras rakyatnya serta melatih pemuda di
kerajaannya untuk menjadi prajurit.
Setelah waktunya tiba,
berangkatlah prabu Boko ke kerajaan Pengging untuk berperang. Dan
terjadilah peperangan yang dahsyat antara prajurit kedua kerajaan itu
dan banyaklah korban berjatuhan di kedua belah pihak. Dan akhirnya
banyak rakyat dari kerajaan Pengging yang menjadi menderita dan
kelaparan.
Karena sudah banyak rakyatnya yang menderita maka
Prabu Damar Moyo mengutus anaknya sendiri yakni Bandung Bondowoso untuk
maju ke medan pertempuran melawan prabu Boko dan terjadilah pertempuran
yang sengit antara dua orang tersebut dan akhirnya prabu Boko dapat
dikalahkan. Melihat rajanya tewas, patih Gupolo melarikan diri ke
kerajaannya. Dan melaporkan kematian tersebut ke putri Roro Jonggrang.
Putri Loro Jonggrang begitu sedih mendengar ayahandanya yang sudah
meninggal. Bandung Bondowoso yang mengejar patih Gupolo akhirnya sampai
ke kraton Boko dan disana ia bertemu dengan putri Roro Jonggrang. Alih –
alih ingin mencari patih Gupolo, Bandung Bondowoso akhirnya malah
tertarik dengan sang putri dan berniat untuk melamarnya untuk dijadikan
istri. Namun sang putri ingin menolak karena pemuda inilah yang membunuh
ayahandanya, maka ia membuat sebuah siasat untuk bisa membalas dendam
Sang putri loro Jonggrang meminta dua buah hal kepada Bandung
Bondowoso. Yang pertama adalah membuat sebuah sumur yang dalam. Dan
dengan kesaktiannya bandung Bondowoso membuat sebuah sumur yang dalam
yang ia beri nama sumur Jala Tunda. Dan ia segera memanggil sang putri
untuk melihat sumur yang sudah ia buat. Putri Loro Jonggrang menyuruh
Bandung Bondowoso untuk masuk kedalam sumur, dan setelah ia berada di
dalam sumur putri Roro Jonggrang beserta patih Gupolo menimbun sumur
tersebut dengan batu supaya Bandung Bondowoso mati. Namun ternyata
kesaktian Bandung Bondowoso memang luar biasa, ia bisa meloloskan diri
dari sumur itu dengan bersemedi.
Saat ia sudah selamat dari maut,
ia langsung menuju ke istana Boko dengan amarah yang meledak – ledak.
Bandung Bondowoso murka Karena putri Roro Jonggrang berusaha untuk
membunuhnya. Namun dengan bujuk rayu yang dibuat oleh Roro Jonggrang
maka redalah amarah yang ada di dada Bandung Bondowoso. Dan mulailah
putri Roro jonggrang meminta janji yang kedua kepada Bandung Bondowoso.
Ia meminta untuk dibuatkan 1000 buah candi dalam semalam yang
diperkirakan akan gagal dilaksanakan olehnya. dan Bandung Bondowoso
setuju dengan permintaannya
Maka dibantu oleh ribuan jin
pengerjaan candi tersebut dimulai, menjelang tengah malam pembangunan
sudah hampir selesai, dan Roro Jonggrang yang ketakutan akhirnya membuat
siasat dengan membakar jerami sehingga pemandangan menjadi lebih terang
sehingga berkokoklah ayam. Akhirnya jin yang membantu pengerjaan candi
tersebut akhirnya melarikan diri, sedangkan candi yang dibangun sudah
mencapai 999 buah.
Mengetahui usahanya gagal karena ulah Putri
Roro Jonggrang maka murkalah Bandung Bondowoso dan mengutuklah Putri
Roro Jonggrang dengan berkata “ hai Roro Jonggrang karena candi kurang
satu, maka dirimulah yang akan menjadi yang ke seribu “ dan anehnya
Putri Roro Jonggrang akhirnya menjadi sebuah Arca Batu. Dan arca batu
tersebut sampai sekarang ada di candi Prambanan.
Sedangkan bagi
para gadis yang membantu membakar jerami untuk membantu Putri Loro
Jonggrang, Raden Bandung Bondowoso mengutuknya menjadi perawan kasep
alias perawan tua. Dan menurut kepercayaan orang dahulu melarang orang
yang sedang pacaran untuk mengunjungi candi Prambanan karena akan putus
cintanya.
Best Bitcoin Casinos & Games for US Players: Guide to playing
ReplyDeleteIf you งานออนไลน์ are looking for choegocasino the best Bitcoin casino games online in the US, you've found a few options. Play with 인카지노 bonus codes and free spins!